Cak Imin atau Gus Romy yang mewakili NU
Kilat-Cilacap, Jakarta Perhelatan pemilihan presiden RI 2019 masih satu tahun lagi, meski demikian banyak tokoh – tokoh politik mulai bermunculan dimedia media sudah sejak lama termasuk tokoh politik yang berlatar belakang nahdlatul Ulama ( NU) seperti Muhaimin Iskandar ( Cak Imin) dan Muhammad Romahurmuziy ( Gus Romy).
Tidak seperti pada umumnya, yang biasanya ketua umum partai sejak awal mendeklarasikan dirinya sebagai calon presiden, Cak Imin terlebih dahulu mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden 2019 dan ingin berpasangan dengan Jokowi pada pilres 2019 mendatang.
Cak Imin
Muhaimin Iskandar atau biasa disapa cak imin adalah salah satu tokoh NU yang berhasil dalam dunia politik. Pria kelahiran jombang jawa timur 51 tahun silam ini, telah memulai aktivitas yang berbau politik sejak mahasiswa. Salah satu organisasi yang hingga hari ini masih melekat adalah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII). Cak imin pernah menjadi ketua cabang PMII Yogyakarta dan menjadi ketua umum PB PMII pada tahun 1994-1997. Pengalaman politiknya sudah tidak diragukan lagi, pernah menjadi anggota DPR RI, Ketua Fraksi PKB, wakil ketua DPR RI, menteri tenaga kerja dan transmigrasi, Ketua Umum DPP PKB dan yang masih hangat adalah wakil ketua MPR RI.
Sosok cak imin tak dapat dipisahkan dari pesantren dan Nahdlatul Ulama, beliau adalah keponakan dari Alm. Gusdur dan beliau juga pernah menjadi staf pengajar di pondok pesantren Denanyar jombang sebelum memutuskan mengikuti jejak Gusdur di politik bersama PKB.
Gus Romy
Tidak hanya cak imin yang berlatar belakang pesantren dan Nahdlatul Ulama, Muhammad Romahurmuziy atau kerap disapa Gus Romy, juga merupakan sosok yang dekat dengan pesantren dan Nahdlatul Ulama. Gus Romy adalah cicit dari KH. Wahab Chasbullah yang merupakan salah satu pahlawan nasional dan juga bapak pendiri Nahdlatul Ulama. Gus Romy yang lahir pada di sleman 43 tahun silam, sosok tokoh muda yang cerdas dan berwibawa. Sebelum terjun dalam dunia politik Gus Romy adalah seorang dosen teknik fisika di UGM, karir politiknya dapat dikatakan baik dimana menjadi anggota DPR RI, dan hingga hari ini masih diamanahkan untuk menjabat sebagai ketua umum partai persatuan pembangunan (PPP).
Berebut Suara Nahdiyin di PILPRES 2019?
Jika dikatakan berebut suara Nahdiyin rasanya tidaklah berlebihan, karena memang baik dilihat dari latar belakang sosok cak imin dan gus romy berlatar belakang NU dan dilihat dari sisi kepartaian keduanya juga tidak bisa dilepaskan dari bayang bayang NU, mengingat kedua pertai tersebut lahir dari tokoh tokoh NU tulen terutama KH. Abdurahman Wahid ( Gusdur). Meski demikian PPP juga sangat melekat dengan NU, dimana ditinjau dari sejarah lahirnya PPP adalah hasil dari fusi beberapa partai islam seperti Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Perti dan termasuk Partai Nadhlatul Ulama.
NU yang didirikan pada 31 Januari 1926 oleh Hadratu Syech KH. Hasyim Asyari yang juga merupakan kakek dari Gusdur dan KH Wahab Chasbullah kakek dari Gus Romy adalah organisasi islam terbesar di Indonesia. Wajar saja jika hari ini NU tidak bisa dilepaskan dari hal yang berbau politik, NU pernah menjadi peserta pemilu 1955 meskipun seiring berjalannya waktu eksistensi NU di dunia politik mulai menurun yang akhirnya muncul deklarasi untuk kembali ke khittah 1926, artinya NU bukan lagi lembaga politik tetapi lembaga sosial keagamaan. Meskipun NU kembali ke khittah 1926 bukan berarti kader NU berhenti berpolitik, mereka tetap berpolitik secara individu.
Suara nadhiyin yang diprediksi mencapai 80 juta jiwa merupakan target jelas bagi PPP ataupun PKB. Perebutan suara nadhiyin ini terlihat jelas dari gerakan keduanya yang sama sama kembali ke pesantren yang merupakan ciri khas dari warga NU. Tentu hal itu wajar wajar saja mengingat baik cak imin maupun gus romy adalah santri tulen yang lahir dari pesantren.
Chary vs Over Confident
Chary yang diartikan adalah “ Malu Malu” saya menggambarkan Gus Romy, partai PPP yang telah secara terang terangan mengusung jokowi dalam pilres 2019 nampaknya masih malu malu untuk mengusung calon wakil presiden. Tentu sosok Gus Romy adalah yang menjadi perhatian oleh kader partai maupun parpol lainnya mengingat beliau adalah ketua umum partai. Chary sendiri dapat berarti “ Hati hati”, dalam konteks ini PPP masih membaca dan melihat perkembangan situasi politik 2019 secara hati hati dan hal ini wajar saja karena jika dilihat, komunikasi beberapa partai politik masih cair. Strategi politik PPP memang cantik dan rapi karena tidak menonjolkan keambisiusan partai akan kekuasaan yang akhirnya bisa saja membentuk opini publik bahwa PPP mengusung pak jokowi tanpa syarat karena memang mengedepankan kebangsaan seperti politik NU yakni politik kebangsaan.
Berbeda dengan Partai Persatuan Pembangunan, PKB secara “ Ambisius” mengajukan diri untuk menjadi wakil presiden jokowi di pilpres 2019. PKB mengusung Cak Imin untuk mendampingi jokowi, safari politik cak imin tak terbendung lagi dari provinsi satu keprovinsi lainnya dengan meresmikan posko posko pemenangan cak imin. Tentu ini bagian dari strategi politik untuk menguatkan PDIP bahwa cak imin betul betul serius ingin berpasangan dengan jokowi 2019 mendatang. Penguatan personal branding cak imin didesa desa mulai terbangun, citra dikalangan santri dikenal dengan Panglima Santri, dikalangan nelayan pun demikian. Tentu basis basis masa telah cak imin bentuk dan setidaknya jika dibanginkan Gus Romy memang promosi dan safari politik Cak Imin lebih terlihat masif apalagi dibantu dengan media.
Siapapun yang nantinya menjadi cawapres joko widodo pada perhelatan 2019 mendatang, apakah Cak Imin atau Gusm Romy, mereka adalah kader NU yang memiliki kapabilitas yang mumpuni untuk mendampingi jokowi, dan tentunya harus sejalan dengan politik NU yakni politik kebangsaan bukan golongan, dan membuat kebijakan yang memberikan kemanfaatan untuk umat “ Tasaraful Imam Ala Ar Ru’iyah Manutun Bil Maslahah”.
0 Comments
Post a Comment