Kenapa Rupiah merosot?
Oleh : Denny Siregar
"Jelasin dong, kenapa sih ma dollar?"
Tanya seorang teman di warung kopi. Dia memang tidak pernah pegang dollar, hanya bingung saja melihat orang kok ribut sama dollar. Dollar naik. Rupiah lemah. Itu saja yang dia baca. Ah, aku harus berfikir keras untuk menjelaskannya secara sederhana.
"Gini deh. Elu punya duit disimpen di BRI. Dari BRI elu dapet bunga atau keuntungan misalnya 1 persen setahun. Tiba-tiba elu ditawarin koperasi simpan pinjam untuk investasi di tempatnya. Keuntungan yang dikasih 10 persen setahun.
Kira-kira elu mau pindahin duit lu dari BRI ke koperasi itu ngga ?"
"Iya dong. Lumayan kan dapet untung 10 persen, daripada simpen di BRI cuman dapet 1 persen," kata temanku sambil seruput kopinya. Meski gak ngerti dollar, dia pedagang sayur yang sukses. Dia juga investasi rumah kos kecil-kecilan.
"Nah. Bayangin BRI itu Amerika. Sedangkan koperasi itu Indonesia. Elu adalah investor. Jadi elu pindahin duit lu dari BRI ke koperasi. Dengan begitu elu dapet untung 10 persen dan koperasi dapet duit untuk jalanin usahanya. Sampe disini jelas, kan ?" Dia ngangguk-ngangguk kayak burung perkutut.
Kuteruskan. "Nah, lagi si koperasi ngerjain proyek pake duit elu, tiba-tiba si BRI ada masalah. Dia butuh duit cash besar-besaran. BRI lalu mengumumkan, siapa pun yang simpan duit di BRI dapet keuntungan 8 persen.
Kira-kira elu gimana ? Tertarik masukin duit ke BRI ?"
Temanku berpikir sebentar. "Ya tertarik lah.." katanya. "Kenapa ?" Tanyaku. "Kan keuntungan di koperasi lebih besar ?"
Temanku tersenyum, "Iya memang, keuntungan koperasi lebih besar dari BRI. Tapi gua lebih percaya ma BRI, soalnya dia Bank besar dan kuat. Jadi duit gua aman. Kalau koperasi itu kan kecil, risikonya lebih tinggi. Kalau selisih keuntungannya gak banyak antara BRI ma koperasi, gua pilih yang aman deh.."
Begitulah pikiran banyak investor di dunia.
Awalnya mereka ramai-ramai berinvestasi di negara berkembang dengan menggunakan mata uang dollar sebagai mata uang Internasional. Mereka mengejar keuntungan yang lebih tinggi di Indonesia, Turki, Argentina dan banyak negara lainnya.
Lalu disaat Amerika - sebagai mbahnya dollar - mengumumkan menaikkan suku bunganya, maka para investor yang tadinya ada di negara berkembang, ramai-ramai menarik duitnya supaya bisa simpan di Amerika. Mereka merasa lebih aman, karena Amerika negara kuat.
Jelas saja negara berkembang - yang kita analogikan dengan koperasi itu - limbung gak keruan. Bayangin, lagi asik-asiknya ngerjain proyek, tiba-tiba investor mau narik duitnya. Jelas gak siap.
Kembalinya dollar ke Amerika inilah yang membuat krisis ekonomi di banyak negara berkembang. Sesudah Turki, Argentina baru saja mengabarkan bahwa mereka krisis.
Meski Argentina menaikkan keuntungan bagi investor, para investor tetap merasa lebih aman menyimpan uang di Amerika. Semakin Argentina menaikkan keuntungan, semakin investor lari. Mereka malah makin takut, karena kalau sudah jor-joran begitu biasanya ada masalah. Dan Argentina pun terpuruk..
Jadi situasi ekonomi global itu juga menghantam banyak negara lain termasuk Indonesia. Ini memang bukan masalah siapa Presidennya seperti yang digoreng kubu oposisi. Karena siapa pun Presidennya, pasti menghadapi situasi yang sama.
Indonesia tidak berdiri sendiri, situasinya dipegaruhi juga oleh situasi negara-negara sekitarnya..
"Jadi, siapa yang bayar kopi dan tahu isi kali ini ?" Tanya temanku siap-siap pergi.
"Elu dong. Elu kan investor. Gua kan cuman penulis.." Kuseruput kopiku dan pergi sebelum temanku protes, "Kok gua mulu yang bayarrr ?"
*Denny Siregar Penulis Buku 'Tuhan dalam Secangkir Kopi
0 Comments
Post a Comment