Mengapa Ganjar menang tipis karena tidak menggandeng PKB
Hasil Quick Count Pilkada Jawa Tengah |
Semarang,kilatcilacap.com Hasil quick count Pilkada 2018 menyisakan banyak tanda tanya, salah satunya yang menarik adalah perolehan suara pasangan Sudirman Said dan Ida di Jawa Tengah jauh melampaui elektabilitasnya. Seperti Sudrajat Saikhu yang kurang diunggulkan, tidak populer dan tidak memiliki elektabilitas yang kuat, nyatanya nyaris mengalahkan seluruh pesaingnya.
Jateng yang semula kita pikir Ganjar akan menang mudah, dengan keunggulan 70 atau 80 persen suara, nyatanya hanya meraih 58.5 persen suara. Terlihat tidak begitu kuat, seolah Ganjar sedang melawan pasangan sama kuatnya. Tidak sampai kalah memang, tapi tetap saja kemenangannya tak seindah khayalan banyak orang
Lalu apa yang sebenarnya terjadi di Jateng?
Jauh sebelum masa pencalonan, sebenarnya posisi Ganjar memang cukup mengkhawatirkan. Sebab Ganjar diseret-seret oleh kasus korupsi e-KTP. Kasus korupsi jaman SBY dengan Demokrat sebagai partai penguasa waktu itu, justru lebih sering menyasar PDIP sebagai kambing hitam. Meskipun pada akhirnya itu semua tidak terbukti, tapi pada kenyataannya isu ini berdampak.
Jika melihat pemberitaan di media massa, saya sempat pesimis Ganjar akan kembali terpilih, malah saya ragu PDIP akan tetap mengusungnya. Namun netralitas KPK atau mungkin juga sudah bersihnya oknum-oknum peninggalan jaman SBY, secara tidak langsung memberikan jawaban kepada publik bahwa sebenarnya Ganjar tidak terkait kasus e-KTP.
Setelah Ganjar resmi dicalonkan bersama Taj Yasin, isu korupsi itu pun terus gencar dilayangkan. Ganjar sempat diterpa isu SARA setelah membacakan puisi milik Gus Mus. Ormas radikal yang ke mana-mana selalu bersama kubu kampret pun bereaksi, tanpa mereka tahu bahwa puisi itu bukan milik Ganjar.
Tapi walau bagaimanapun, strategi propaganda SARA yang secara terbuka ingin diulang di Jateng, pada akhirnya tidak bisa terlaksana dengan baik. Mengingat Ganjar menggandeng Taj Yasin, yang merupakan anak dari ulama besar Indonesia, Maimoen Zubair.
Lalu sampai di sini pembaca Seword pun mungkin jadi bertanya-tanya, lalu saat propaganda SARA gagal dilancarkan apa yang membuat Ganjar hanya mendapat 58,5 persen suara? Padahal kinerjanya selama ini luar biasa bagus.
Dalam pengamatan saya, nampaknya mesin partai milik PKB yang kemudian didukung oleh PBNU, bekerja dengan sangat efektif. Selain itu faktor Ida yang dipasangkan dengan Sudirman Said merupakan tokoh perempuan NU juga sangat berpengaruh, ketua umum Fatayat NU. Ida juga merupakan anggota DPR RI sejak tahun 1999 sampai 2014. Secara pengalaman politik dan pemilu, Ida jauh lebih unggul dari Sudirman dan Taj Yasin.
Dengan segala faktor yang dimiliki pasangan Sudirman Ida, Jateng yang sejatinya adalah kandang ‘banteng’ akhirnya harus menerima perlawanan cukup sengit. Ganjar yang sudah bekerja maksimal di 5 tahun terakhir pun nampak tak terlalu berpengaruh terhadap hasil Pilkada kali ini. Ganjar seperti orang baru yang belum melakukan apa-apa di Jateng dan maju sebagai Cagub.
Apa yang bisa kita pelajari dari Pilkada Jateng kali ini adalah, bahwa PDIP berhasil melahirkan kader yang mampu bekerja dan memiliki pemilih sangat solid di Jateng. Kemenangan Ganjar di tengah isu korupsi adalah tanda solidnya PDIP Jateng. Meski di sisi lain PKB dan PBNU juga merupakan kelompok yang solid dan berpengaruh dalam penentuan pemimpin daerah di Jateng.
Dan terakhir yang sebenarnya kurang penting, bahwa alumni 212, FPI dan kelompoknya, pada kenyataannya tak mampu memberikan dampak yang luas. Mereka hanya mampu bermain di ruang opini publik, tanpa bisa bergerak militan di akar rumput.
Meski di media dan penguasaan sosial media cukup kuat, nyatanya itu hanya mampu mempengaruhi segelintir orang. Tidak ada apa-apanya jika sudah berhadapan dengan pemilih di daerah-daerah. Isu-isu propaganda dan SARA yang efektif di jakarta, nyatanya tak berpengaruh di kalangan masyarakat Jawa.
Dan kelompok pemecah belah NKRI yang melakukan segala cara untuk berkuasa itu pun kini hanya bisa meratap pilu. Sejarah ini menjadi sempurna karena saya rasa bukan sebuah kebetulan kalau Sudirman Said tidak mau mendukung Prabowo, apalagi Ida Fauziyah.
0 Comments
Post a Comment