Rektor IAIIG : Politik Identitas atau Politik Simbol

Pilkada Serentak aman dan damai

Politik Identitas kini menjadi tren yang sangat marak di pergulatan demokrasi indonesia, terlebih pasca kemenangan umat islam di Pilkada DKI.

Sejatinya Politik Identitas sangat dibutuhkan di Indonesia dimana keberadaan masyarakat memang penting memiliki ciri atau kebudayaan sebuah metode berpolitik sebuah kelompok.

Namun lain hal yang terjadi hari ini Politik Identitas cenderung diasumsikan sebagai strategi politik yang berujung hanya pada simbol simbol saja. Kita mengambil studi dalam Pilkada DKI dimana perjuangan umat islam dalam menggagalkan Calon Incumbent Basuki Tjahaya ( Ahok ), kelompok yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI (GNPF) terlihat memutus toleransi yang sejatinya justru identitas dari negara ini.

Kebhinekaan sebagai tawaran termahal demokrasi Indonesia menjadi runtuh hanya persoalan politik identitas yang tak subtansial.



Ketua MUI Cilacap  K.H Nasrulloh menyatakan seharusnya perjuangan politik itu untuk agama bukan agama untuk perjuangan politik. Hal ini terbalik dengan fenomena yang terjadi hari ini dimana simbol agama hanya diperuntukkan untuk menyatukan umat untuk kepentingan kelompok tertentu.

Mendekati putaran Pilkada Jawa Tengah sepertinya tidak jauh strategi yang digunakan untuk salah satu paslon di Jateng dan Pilpres 2019. Syair Puisi yang bertema Ibu Indonesia karya Sukmawati dan Kau Ini Bagaimana atau Aku yang Harus Bagaimana karya K.H Mustofa Bisri yang dibacakan Ganjar Pranowo disinyalir memiliki muatan yang melecehkan simbol agama dan dilaporkan kepada Kepolisian untuk ditindak lanjuti sesuai pelanggaran kode etik agama.

Hal itu ditanggapi santai oleh ketua MUI Cilacap, beliau mengungkapkan puisi ya tetaplah puisi hal seperti itu wajar - wajar saja tergantung siapa yang menafsirkan, ujarnya.

Beliau menganggap hal serupa sudah terjadi pada masa Khalifah Ali yang terbunuh oleh kelompok muawiyah yang tidak menginginkan rekonsiliasi antara Sahabat Ali dan Muawiyah. Maka dapat disimpulkan strategi semacam membunuh lawan politik memang kembali digunakan oleh kelompok islam untuk memenangkan pesta demokrasi di tahun politik ini.

Lalu masihkah umat islam selesai menjaga simbol namun kebudayaan dan kebhinekaan disisihkan. Mari kita belajar kepada islam yang lebih substansial

Artikel Lain

0 Comments

Post a Comment

Disqus